Archive for April 2015
Tugas IBD
By : Unknown
A. KEINDAHAN
Keindahan
atau keelokan merupakan sifat dan ciri dari orang, hewan, tempat, objek, atau
gagasan yang memberikan pengalaman persepsi kesenangan, bermakna, atau
kepuasan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keindahan diartikan sebagai
keadaan yang enak dipandang, cantik, bagus benar atau elok. Keindahan
dipelajari sebagai bagian dari estetika, sosiologi, psikologi sosial, dan
budaya. Sebuah "kecantikan yang ideal" adalah sebuah entitas yang
dikagumi, atau memiliki fitur yang dikaitkan dengan keindahan dalam suatu
budaya tertentu, untuk kesempurnaannya.
Pengalaman
"keindahan" sering melibatkan penafsiran beberapa entitas yang
seimbang dan selaras dengan alam, yang dapat menyebabkan perasaan daya tarik
dan ketenteraman emosional. Karena ini adalah pengalaman subyektif, sering
dikatakan bahwa beauty is in the eye of the beholder atau "keindahan itu
berada pada mata yang melihatnya.
Kata
benda Yunani klasik untuk "keindahan " adalah κάλλος, kallos, dan
kata sifat untuk "indah" itu καλός, kalos. Kata bahasa Yunani Koine
untuk indah itu ὡραῖος,
hōraios, kata sifat etimologis berasal dari kata ὥρα,
hora, yang berarti "jam." Dalam bahasa Yunani Koine, keindahan
demikian dikaitkan dengan "berada di jam (waktu) yang sepatutnya.
Sebuah
buah yang matang (pada waktunya) dianggap indah, sedangkan seorang wanita muda
mencoba untuk tampil lebih tua atau seorang wanita tua mencoba untuk tampil
lebih muda tidak akan dianggap cantik. Dalam bahasa Yunani Attic, hōraios
memiliki banyak makna, termasuk "muda" dan "usia matang.
B. KEELOKAN
PADA MANUSIA
Wanita
yang elok rupanya disebut "cantik" atau "ayu", sementara
pria yang rupawan disebut "tampan" atau "ganteng" di dalam
masyarakat. Sifat dan ciri seseorang yang dianggap "elok", apakah
secara individu atau dengan konsensus masyarakat, sering didasarkan pada
beberapa kombinasi dari Inner Beauty (keelokan yang ada di dalam), yang
meliputi faktor-faktor psikologis seperti kepribadian, kecerdasan, keanggunan,
kesopanan, kharisma, integritas, dan kesesuaian, dan Outer Beauty (keelokan
yang ada di luar), yaitu daya tarik fisik yang meliputi faktor fisik, seperti
kesehatan, kemudaan, simetri wajah, dan struktur kulit wajah.
Standar
kecantikan/ketampanan selalu berkembang, berdasarkan apa yang dianggap suatu
budaya tertentu sebagai berharga. Lukisan sejarah memperlihatkan berbagai
standar yang berbeda untuk keelokan manusia. Namun manusia yang relatif muda,
dengan kulit halus, tubuh proporsional, dan fitur biasa, secara tradisional
dianggap paling elok sepanjang sejarah.
C. NILAI
EKSTRINSIK DAN INSTRISTIK
Pengertian
ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk
sesuatu hal lainnya (“instrumental Contributory value”), yakni nilai yang
bersifat sebagai alat atau membantu.
Contohnya
: puisi, bentuk puisi yang terdiri dari bahasa, diksi, baris, sajak, irama, itu
disebut nilai ekstrinsik
Pengertian intrinsic adalah sifat baik
dari benda yang bersangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi
kepentingan benda itu sendiri.
Contohnya
: pesan puisi yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui (alat benda) puisi
itu disebut nilai intrinsik .
Nilai
keindahan instrinsik adalah nilai bentuk seni yang dapat diindera dengan mata,
telinga atau keduanya. Nilai bentuk ini kadang juga disebut nilai struktur
yaitu bagaimana cara menyusun nilai-nilai ekstrinsiknya atau bahannya berupa
rangkaian peristiwa. Semuanya disusun begitu rupa sehingga menjadi sebuah
bentuk yang berstruktur dan dinamai nilai instrinsik. Cara menyusun bentuk tadi
melahirkan sebuah cerita. Kumpulan peristiwa yang sama oleh dua orang penulis
mungkin saja disusun berdasarkan urutan atau struktur yang berbeda, sehingga
nilai seninya juga berbeda. Cara menyusun yang berbeda ini menentukan arti
ekstrinsiknya atau isi seni.
Cara kerja yang demikian itulah yang
menyebabkan setiap seniman dapat menciptakan karya seni yang secara instrinsik
berbeda-beda berdasarkan pengolahan ekstrinsiknya. Inilah pula yang menyebabkan
keindahan karya seni bukan melulu keindahan bentuk atau instrinsiknya, tetapi
juga menyangkut nilai ekstrinsiknya misalnya cara menggambar daun jatuh oleh
dua penyair dapat menghasilkan dua keindahan yang berbeda. Ini disebabkan oleh
karena cara instrinsik atau cara melukiskan jatuhnya daun tadi berbeda
berdasarkan visi atau pandangan penyair terhadap bahannya, yakni jatuhnya daun.
Karya
seni tetap harus mengandung keindahan dalam pengertian menyenangkan inderawi
dan menggembirakan batin seperti pemandangan alam. Hanya saja dalam karya seni
masih ditambah dengan penyampaian makna. Pemandangan tak berkata apa-apa atau
tidak menyampaikan pesan apa-apa, tetapi setiap karya seni selalu menyampaikan
sesuatu. Dan, aspek sesuatu atau bahan atau isi seni tidaklah yang menyebabkan
lahirnya perdebatan mengenai indah atau tidaknya karya seni.
Tetapi,
adakah karya seni yang tidak indah ? misalnya lukisan mayat, sampah, daging
tersayat, kematian, kengerian. Itu hanya objek ekstrinsiknya belaka, sebagai
objek tentu saja kaki berkoreng itu tidak indah, malah menjinjikan atau
menakutkan, mendatangkan teror. Tetapi cara pandang pelukis atau penyair
terhadap kaki berkoreng tadi dapat indah dengan caranya menyusun bentuk
strukturnya. Cara menggambarkan kaki berkoreng tadi menyampaikan suatu makna,
pesan, maksud, pandangan tentang hidup ini sehingga hasil gambarannya tadi
menjadi indah dalam arti menggembirakan batin. Suatu lukisan yang penuh teror,
kekasaran dan kekacauan dapat tampak indah karena teror yang digambarkan tadi
menyampaikan isi atau makna yang menggembirakan aspek intelektual kita,
misalnya.
Jadi
setiap karya seni tentu mengandung keindahan. Dan keindahan tidak selalu harus
senada dengan keindahan pemandangan alam yang halus, halus, menentramkan, indah
tidak harus lembut, halus, teratur, seimbang. Indah juga terwujud dalam bentuk
kasar, keras, kacau dan tak seimbang atau tak harmonis, asal membawakan suatu
makna. Makna ekstrinsik itulah yang menyebabkan sebuah karya seni dikatakan
indah, menyenangkan inderawi dan menggembirakan batin. Bentuk kasar penuh teror
yang kacau tadi terwujud karena tuntutan ungkapan ekstrinsiknya. Tuntutan ini
seni atau bahan seni (yang berhubungan dengan pandangan seniman) itulah yang
melahirkan bentuk yang tidak indah. Jelaslah bahwa keindahan seni berhubungan
dengan unsur ekstrinsik dan instrinsik sekaligus. Keduanya dapat dibedakan
tetapi tak mungkin dipisahkan. Dalam membicarakan unsur ekstrinsik, kita juga
berbicara tentang unsur intrinsiknya dan sebaliknya (Jacob Sumardjo. 2000 ; 155
– 157).
Demikian
banyaknya hasil seni budaya dengan menggunakan pendekatan ekstrinsik dan
pendekatan intrinsik melalui proses penghayatan kita dapat mengetahui alasan
mereka atau seniman menciptakan keindahan melalui hasil seni. Kalau Bagong
Kussudiarjo ditanya mengapa ia menciptakan berbagai kreasi tarian baru yang
menggambarkan kehidupan nelayan, petani, buruh pabrik, tentu ada berbagai macam
jawaban mungkin ia ingin mengabadikan kegiatan masing-masing pekerjaan itu pada
zamannya. Karena kelak apabila teknologi maju memasuki wilayah itu kegiatan
mereka itu akan lain bentuknya. Atau mungkin ia ingin menunjukkan kepada
masyarakat bahwa keindahan itu tidak hanya dapat di kota-kota saja, dan yang
menggemari keindahan itu bukan hanya para cendikiawan saja, tetapi di
masyarakat, nelayan, buruh pabrik dan petani yang setiap hari berjuang demi
sesuap nasi-pun merindukan keindahan.
D. PENGERTIAN
PENDERITAAN DAN PENGERTIAN SIKSAAN
Penderitaan berasal dari kata
derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta dhra artinya menahan atau
menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Penderitaan dapat berupa penderitaan lahir atau batin atau lahir
dan batin. Penderitaan termasuk realitas manusia dan dunia. Intensitas penderitaan
bertingkat-tingkat, ada yang berat, ada yang ringan. Namun peranan individu
juga menentukan berat-tidaknya intensitas penderitaan. Suatu pristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang
belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan
merupakan energi untuk bangkit kembali bagi seseorang, atau sebagai langkah
awal untuk mencpai kenikmatan dan kebahagiaan.
Mengenai penderitaan yang dapat
memberikan hikmah, contoh yang gamblang dapat dapat dicatat disini adalah
tokoh-tokoh filsafat eksistensialisme. Misalnya Kierkegaard (1813-1855),
seorang filsuf Denmark, sebelum menjadi seorang filsuf besar, masa kecilnya
penuh penderitaan. Penderitaan yang menimpanya, selain melankoli karena ayahnya
yang pernah mengutuk Tuhan dan berbuat dosa melakukan hubungan badan sebelum
menikah dengan ibunya, juga kematian delapan orang anggota keluarganya,
termaksud ibunya, selama dua tahun berturut-turut. Peristiwa ini menimbulkan
penderitaan yang mendalam bagi Soren Kierkegaard, dan ia menafsirkan peristiwa
ini sebagai kutukan Tuhan akibat perbuatan ayahnya. Keadaan demikian, sebelum
Kierkegaard muncul sebagai filsuf, menyebabkan dia mencari jalan membebaskan
diri (kompensasi) dari cengkraman derita dengan jalan mabuk-mabukan. Karena
derita yang tak kunjung padam, Kierkegaard mencoba mencari “hubungan” dengan
Tuhannya, bersamaan dengan keterbukaan hati ayahnya dari melankoli. Akhirnya ia
menemukan dirinya sebagai seorang filsuf eksistensial yang besar.
Siksaan atau penyiksaan (Bahasa
Inggris: torture) digunakan untuk merujuk pada penciptaan rasa sakit untuk
menghancurkan kekerasan hati korban. Segala tindakan yang menyebabkan
penderitaan, baik secara fisik maupun psikologis, yang dengan sengaja
dilakukkan terhadap seseorang dengan tujuan intimidasi, balas dendam, hukuman,
sadisme, pemaksaan informasi, atau mendapatkan pengakuan palsu untuk propaganda
atau tujuan politik dapat disebut sebagai penyiksaan. Siksaan dapat digunakan
sebagai suatu cara interogasi untuk mendapatkan pengakuan. Siksaan juga dapat
digunakan sebagai metode pemaksaan atau sebagai alat untuk mengendalikan
kelompok yang dianggap sebagai ancaman bagi suatu pemerintah. Sepanjang
sejarah, siksaan telah juga digunakan sebagai cara untuk memaksakan pindah
agama atau cuci otak politik.
Berbicara tentang siksaan, maka
terbayang oleh kita tentang neraka, dosa dan akhirnya firman Allah SWT. dalam
kitab suci Al-Qur’an. Seperti kita maklumi di dalam kita suci Al-Qur’an terdapat
banyak sekali surat dan ayat yang membahas tentang ini. Dalam Al-Qur’an ini
surat-surat lain banyak berisi jenis ancaman dan siksaan bagi orang-orang
musyrik, syirik, makan riba, dengki, memfitnah, mencuri, makan harta anak
yatim, dan sebagainya.
Berbicara tentang siksaan
terbayang di benak kita sesuatu yang sangat mengerikan bahkan mungkin
mendirikan bulu kuduk kita, siksaan itu berupa penyakit, siksaan hati, siksaan
badan oleh orang lain dan sebagainya. Siksaan manusia ini ternyata juga menimbulkan
kreativitas bagi yang pernah mengalami siksaan atau orang lain yang berjiwa
seni yang menyaksikan baik langsung ataupun tidak langsung.
E. PENGERTIAN
RENUNGAN
Merenung
adalah aktifitas berfikir mendalam (deep thinkings) yang sungguh berbeda dengan
termenung
Merenung
adalah secara diam-diam memikirkan sesuatu hal kejadian yang mendalam Sedangkan
termenung adalah gambaran tentang kondisi hanyutan sebuah pikiran, tentu saja
ia kehilangan ofektivitasnya karena memang sedang out of control.
Termenung bias dikatakan meratapi hidup,
orang termenung pasti melakukan dialog dengan diri sendiri. Berarti hal ini
banyak menguraikan masalah dari termenung, orang berbicara dengan nurani dan
akalnya menyamakan persepsi antara hati dan otak. Renungan berasal dari kata
renung artinya memikirkan sesuatu jadi
Renungan adalah pembicaraan diri kita
sendiri atau pembicaraan dalam hati kita tentang suatu hal
F. PENGERTIAN
FOBIA
Fobia
(gangguan anxietas fobik) adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu
hal atau fenomena. Fobia bisa dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang
mengidapnya. Bagi sebagian orang, perasaan takut seorang pengidap fobia sulit
dimengerti. Itu sebabnya, pengidap tersebut sering dijadikan bulan bulanan oleh
teman sekitarnya. Ada perbedaan "bahasa" antara pengamat fobia dengan
seorang pengidap fobia. Pengamat fobia menggunakan bahasa logika sementara
seorang pengidap fobia biasanya menggunakan bahasa rasa. Bagi pengamat dirasa
lucu jika seseorang berbadan besar, takut dengan hewan kecil seperti kecoak
atau tikus. Sementara di bayangan mental seorang pengidap fobia, subjek
tersebut menjadi benda yang sangat besar, berwarna, sangat menjijikkan ataupun
menakutkan.
Dalam
keadaan normal setiap orang memiliki kemampuan mengendalikan rasa takut. Akan
tetapi bila seseorang terpapar terus menerus dengan subjek Fobia, hal tersebut
berpotensi menyebabkan terjadinya fiksasi. Fiksasi adalah suatu keadaan dimana
mental seseorang menjadi terkunci, yang disebabkan oleh ketidak-mampuan orang
yang bersangkutan dalam mengendalikan perasaan takutnya. Penyebab lain
terjadinya fiksasi dapat pula disebabkan oleh suatu keadaan yang sangat ekstrem
seperti trauma bom, terjebak lift dan sebagainya.
Seseorang
yang pertumbuhan mentalnya mengalami fiksasi akan memiliki kesulitan emosi
(mental blocks) dikemudian harinya. Hal tersebut dikarenakan orang tersebut
tidak memiliki saluran pelepasan emosi (katarsis) yang tepat. Setiap kali orang
tersebut berinteraksi dengan sumber Fobia secara otomatis akan merasa cemas dan
agar "nyaman" maka cara yang paling mudah dan cepat adalah dengan
cara "mundur kembali"/regresi kepada keadaan fiksasi. Kecemasan yang
tidak diatasi seawal mungkin berpotensi menimbulkan akumulasi emosi negatif
yang secara terus menerus ditekan kembali ke bawah sadar (represi). Pola respon
negatif tersebut dapat berkembang terhadap subjek subjek fobia lainnya dan
intensitasnya semakin meningkat. Walaupun terlihat sepele, “pola” respon
tersebut akan dipakai terus menerus untuk merespon masalah lainnya. Itu
sebabnya seseorang penderita fobia menjadi semakin rentan dan semakin tidak
produktif. Fobia merupakan salah satu dari jenis jenis hambatan sukses lainnya.
G. FOBIA
SOCIAL DAN FOBIA SPESIFIK
Fobia sosial dikenal juga sebagai
gangguan anxietas sosial, fobia sosial adalah ketakutan akan diamati dan
dipermalukan di depan publik. Hal ini bermanifestasi sebagai rasa malu dan
tidak nyaman yang sangat berlebihan di situasi sosial. Hal ini mendorong orang
untuk mengindari situasi sosial dan ini tidak disebebabkan karena masalah fisik
atau mental (seperti gagap, jerawat atau gangguan kepribadian).
Fobia
spesifik ditandai oleh ketakutan yang tidak rasional akan objek atau situasi
tertentu. Gangguan ini termasuk gangguan medik yang paling sering didapati,
namun demikian sebagian kasus hanyalah ringan dan tidak perlu mendapatkan
pengobatan. Pada fobia terjadi salah-pindah kecemasan pada barang atau keadaan
yang mula-mula menimbulkan kecemasan itu. Jadi terdapat dua mekanisme
pembelaan, yaitu salah-pindah dan simbolisasi. Ada banyak macam fobia yang
dinamakan menurut barang atau keadaan. Apabila berhadapan dengan objek atau
situasi tersebut, orang dengan fobia akan mengalami perasaan panik,
berkeringat, berusaha menghindar, sulit untuk bernapas dan jantung berdebar.
Sebagian besar orang dewasa yang menderita fobia menyadari bahwa ketakutannya
tidak rasional dan banyak yang memilih untuk mencoba menahan perasaan anxietas
yang hebat daripada mengungkapkan ganguannya.
H. PENDAPAT
SESEORANG YANG MENGALAMI PENDERITAAN
Marilah
dalam menjalani penderitaan itu hendaklah dengan sabar,tidak mengeluh,dan yakin
tidak selamanya nasib buruk dan kesengsaraan itu kita alami dan akan berakhir
,maka kita akan bahagia menjalani hidup. Jika orang menikmati kesenangan saja
itu memang sudah biasa dan memang sudah sepatutnya. Maka, jadilah orang yang
bisa menikmati kesenangan dan penderitaan.
Sumber:
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2144446-pengertian-renungan-merenung-dan-termenung/
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2144446-pengertian-renungan-merenung-dan-termenung/